TEMPO.CO, Jakarta
- Namar Linton Siregar, 42 tahun, sopir bus Metromini T47 Jurusan
Senen-Pondok Kopi, menyatakan siap bertanggung jawab. Namun, entah
bagaimana cara dia bertanggung jawab.
Namar sendiri terus
meringis menahan sakit memar pada wajahnya. Dia menjadi bulan-bulanan
massa usai kecelakaan tersebut. "Saya sebetulnya sudah turun dan
teriak-teriak mau tanggung jawab. Tapi orang-orang enggak mau dengar,
saya tetap dipukuli," ucapnya lirih sambil menahan sakit, di Markas
Polres Jakarta Timur, Rabu sore.
Nyawa seorang perempuan berkulit
putih berusia kira-kira 48-50 tahun telah dibuatnya melayang pada Rabu
siang, 26 Maret 2014. Tubuh perempuan itu ditabraknya hingga terpental
10 meter ketika bus dikemudikannya dengan kencang di jalur Transjakarta
di Jalan Pemuda, Rawamangun, Jakarta Timur. "Saya kejar setoran, makanya
ngebut masuk jalur busway," kata Namar.
Setelah
diperiksa polisi, surat izin mengemudi maupun surat KIR metromini yang
dikemudikan Namar masih berlaku. Meskipun begitu, dia tetap terancam
hukuman enam tahun penjara karena kelalaiannya membuat nyawa orang lain
melayang.
Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Kepolisian Resor
Jakarta Timur, Ajun Komisaris Agung Budi Leksono, membenarkan Namar
ugal-ugalan. Ketika si korban hendak menyeberang, Agung mengatakan,
“Saat bersamaan, metromini yang masuk jalur busway dari arah Jalan Tugas melaju dalam kecepatan tinggi ke arah Jalan Pramuka."
Menurut
Agung, korban memiliki ciri-ciri berkulit putih, berambut lurus dan
bermata sipit. Tinggi badannya 155 cm dan berat badan 55 kg. Saat
tertabrak, dia mengenakan celana jin hitam, kaos putih, dan memakai jam
tangan putih merek Alexander Christie serta cincin emas. "Bagi warga
yang merasa kehilangan anggota keluarganya bisa menghubungi kami."
Sumber : tempo.co
Tulis komentar: